Dalam bab ini
akan dikupas strategi pengembangan SKKD (standar kompetensi dan kompetensi
dasar), yang meliputi pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen,
pentahapan penerapan kurikulum, dan perangkat pelaksanaan; model penerapan;
kewenangan sekolah, serta peran guru dan kepala sekolah dalam menyukseskan KYD,
khususnya dalam pengembangan SKKD.
A. Mengembangkan Strategi yang Jitu
Pengembangan SKKD dapat dilakukan secara efiktif dan efisien apabila didukung
oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan pembelajaran,
dana sekolah yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan
prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan yang
tinggi dari masyarakat (orang tua). Krisis multidimensi yang berkepanjangan
yang dibbarengi dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan tarif dasar
listrik (TDL), serta kenaikan suku bunga Bank Indonesia telah memperlemah
kemampuan bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakni menurunnya
jumlah peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
(kesempatan belajar di SLTP, SLTA dan perguruan tinggi tertinggal dibandingkan
negara lain), menurunnya partisipasi mesyarakat karena kerusuhan dan bencana terjadi
dimana-mana, angka partisipasi pendidikan sama dengan yang telah dicapai
negara-negara ASEAN lainnya 15-20 tahun yang lalu. Multi krisis telah
memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta
menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan. Ironisnya pada masa
krisis justru pemerintah tetap memperlakukan pendidikan hanya sebagai ajang
politik, untuk kepentingan kekuasaan, untuk kepentingan kelopok tertentu, atau
hanya untuk kepentingan sesaat. Hal dapat dirasakan pada perubahan kurikulum
yang terjadi akhir-akhir ini, dari kurikulum 1994 ke KBK, ke kurikulum 2004,
dan ke KYD atau kurikulum 2004 yang disempurnakan, atau kurikulum 2006. Adapun
namanya, nampaknya semua itu dilakukan tanpa perencanaan yang jelas, tanpa
penilaian terhadap kurikulum yang berlaku sebelumnya, dan yang lebih parah lagi
semua itu tidak ada penanggunjawabannya, yang hanya proyek-proyek raksasa
sehingga nampak hanya menghambur-hamburkan biaya saja. Harus diakui sejak jaman
orde lama, orde baru, orde reformasi sampai sekarang pendidikan nasional belum
ditangani oleh ahlinya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, harus melakukan reformasi total terhadap seluruh komponen sistem
pendidikan nasional; jika tidak, tinggal menunggu kehancuran bangsa dan negara
ini; yang berbagai indikatornya sudah dapat dirasakan sekarang. Reformasi
total, itulah kata yang paling tepat untuk memperbaiki pendidikan nasional.
Kita mulai perbaikan ini dari top manajer pendidikan nasional, dalam hal ini
mungkin meterinya. Presiden dan wakil presiden harus memiliki pollical wil untuk
memilih dan menetapkan menteri pendidikan nasional yang benar-benar memiliki
kemampuan dan kemauan untuk memperbaiki mental bangsa melalui pendidikan.
Perbaikan selanjut adalah terhadap dirjen-derjen depdiknas, posisi-posisi
tersebut harus dipegang oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, dan yang
paling penting bahwa mereka memiliki keinginan yang tulus untuk menyumbangkan
pikiran dan kemampuannya untuk memperbaiki kualitas manusia Indonesia yang
semakin terpuruk dalam hal pendidikan. Perbaikanpun harus dilakukan pada
direktorat-diektorat, bagian-bagian, dan sub-sub bagain, sehingga sistem
pendidikan nasional dapat berjalan secara normal, tidak tertatih-tatih seperti
sekarang ini. Jika hal ini dilakukan secara menyeluruh dari pusat sampai
kedaerah, bahkan sampai kesekolah-sekolah, maka Insya Allah dalam waktu yang
tidak relatif lama pendidikan akan bangkit dan mampu menghasilkan suber-sumber
daya manusia yang berkualitas. Hanya tantu saja akan banyak yang dikorbankan,
karena perbaikan ini juga menuntut untuk dihilangkannya KKN, yang sering kali
menjadi penghambat kemajuan.
Berkaitan
dengan kondisi sekolah, di Indonesia
pada saat ini sangat bervasiasi dilihat dari segi kulaitas, lokasi
sekolah, dan partisipasi masyarakat (orang tua). Kualifikasi sekolah bervariasi
dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang sangat katinggalan, sedangkan
likasi sekolah baervariasi dari sekolah yang terletak diperkotaan sampai
sekolah yang terletak di daerah terpenci. Demikian pula partisipasi orang tua,
bervariasi dari yang paristasinya tinggi
sampai yang kurang bahkan tidak berparistsi sama sekali. Kondisi-kondisi
tersebut, tampaknya akan menjadi permasalahan yang rumitdan harus
diprioritaskan penanganannya. Oleh karena itu, agar SKKD dapat dikembangkan
secara optimal, baik sekarang maupun dimasa mendatang, perlu adanya
pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing.
Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam
memberikan dukungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar