Minggu, 10 Juni 2012

Strategi Pengembangan SKKD




Dalam bab ini akan dikupas strategi pengembangan SKKD (standar kompetensi dan kompetensi dasar), yang meliputi pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, pentahapan penerapan kurikulum, dan perangkat pelaksanaan; model penerapan; kewenangan sekolah, serta peran guru dan kepala sekolah dalam menyukseskan KYD, khususnya dalam pengembangan SKKD.

A.   Mengembangkan Strategi yang Jitu
Pengembangan SKKD dapat dilakukan secara efiktif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan pembelajaran, dana sekolah yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan yang tinggi dari masyarakat (orang tua). Krisis multidimensi yang berkepanjangan yang dibbarengi dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan tarif dasar listrik (TDL), serta kenaikan suku bunga Bank Indonesia telah memperlemah kemampuan bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakni menurunnya jumlah peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (kesempatan belajar di SLTP, SLTA dan perguruan tinggi tertinggal dibandingkan negara lain), menurunnya partisipasi mesyarakat karena kerusuhan dan bencana terjadi dimana-mana, angka partisipasi pendidikan sama dengan yang telah dicapai negara-negara ASEAN lainnya 15-20 tahun yang lalu. Multi krisis telah memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan. Ironisnya pada masa krisis justru pemerintah tetap memperlakukan pendidikan hanya sebagai ajang politik, untuk kepentingan kekuasaan, untuk kepentingan kelopok tertentu, atau hanya untuk kepentingan sesaat. Hal dapat dirasakan pada perubahan kurikulum yang terjadi akhir-akhir ini, dari kurikulum 1994 ke KBK, ke kurikulum 2004, dan ke KYD atau kurikulum 2004 yang disempurnakan, atau kurikulum 2006. Adapun namanya, nampaknya semua itu dilakukan tanpa perencanaan yang jelas, tanpa penilaian terhadap kurikulum yang berlaku sebelumnya, dan yang lebih parah lagi semua itu tidak ada penanggunjawabannya, yang hanya proyek-proyek raksasa sehingga nampak hanya menghambur-hamburkan biaya saja. Harus diakui sejak jaman orde lama, orde baru, orde reformasi sampai sekarang pendidikan nasional belum ditangani oleh ahlinya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, harus melakukan reformasi total terhadap seluruh komponen sistem pendidikan nasional; jika tidak, tinggal menunggu kehancuran bangsa dan negara ini; yang berbagai indikatornya sudah dapat dirasakan sekarang. Reformasi total, itulah kata yang paling tepat untuk memperbaiki pendidikan nasional. Kita mulai perbaikan ini dari top manajer pendidikan nasional, dalam hal ini mungkin meterinya. Presiden dan wakil presiden harus memiliki pollical wil untuk memilih dan menetapkan menteri pendidikan nasional yang benar-benar memiliki kemampuan dan kemauan untuk memperbaiki mental bangsa melalui pendidikan. Perbaikan selanjut adalah terhadap dirjen-derjen depdiknas, posisi-posisi tersebut harus dipegang oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, dan yang paling penting bahwa mereka memiliki keinginan yang tulus untuk menyumbangkan pikiran dan kemampuannya untuk memperbaiki kualitas manusia Indonesia yang semakin terpuruk dalam hal pendidikan. Perbaikanpun harus dilakukan pada direktorat-diektorat, bagian-bagian, dan sub-sub bagain, sehingga sistem pendidikan nasional dapat berjalan secara normal, tidak tertatih-tatih seperti sekarang ini. Jika hal ini dilakukan secara menyeluruh dari pusat sampai kedaerah, bahkan sampai kesekolah-sekolah, maka Insya Allah dalam waktu yang tidak relatif lama pendidikan akan bangkit dan mampu menghasilkan suber-sumber daya manusia yang berkualitas. Hanya tantu saja akan banyak yang dikorbankan, karena perbaikan ini juga menuntut untuk dihilangkannya KKN, yang sering kali menjadi penghambat kemajuan.
Berkaitan dengan kondisi sekolah, di Indonesia  pada saat ini sangat bervasiasi dilihat dari segi kulaitas, lokasi sekolah, dan partisipasi masyarakat (orang tua). Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang sangat katinggalan, sedangkan likasi sekolah baervariasi dari sekolah yang terletak diperkotaan sampai sekolah yang terletak di daerah terpenci. Demikian pula partisipasi orang tua, bervariasi dari yang paristasinya tinggi  sampai yang kurang bahkan tidak berparistsi sama sekali. Kondisi-kondisi tersebut, tampaknya akan menjadi permasalahan yang rumitdan harus diprioritaskan penanganannya. Oleh karena itu, agar SKKD dapat dikembangkan secara optimal, baik sekarang maupun dimasa mendatang, perlu adanya pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar